White Chicken Chilli - Masakan Manado
jonygoblog.blogspot.com - Hari itu hujan luar biasa deras mengguyur. Sebuah sungai kecil di depan rumah tampak penuh meluap hingga air keruhnya yg berwarna coklat susu tumpah ruah ke badan jalan. Sudah lebih dari satu jam lamanya saya duduk di bagian teratas tangga teras dgn pandangan nanar menatap jembatan kayu kecil yg melintang di tengah sungai. Jembatan reot yg menghubungkan rumah orang tua saya dgn rumah tetangga di depan terkadang menyembul dari balik air tapi seringkali tenggelam ditelan keruhnya sungai. Rasa bosan yg menggerogoti hati karena seharian harus mendekam di dlm rumah mulai tak tertahankan. Begitu banyak hal menarik di sekitar rumah yg serasa tak habis-habisnya walau telah saya eksplorasi tiap hari.
Penantian saya akhirnya mulai berakhir kala hembusan angin mendorong awan gelap hingga perlahan tersapu pergi dan sinar matahari pun menerobos dgn cerianya. Tetesan besar air perlahan mulai berganti menjadi rintik yg kecil dan menguap terpanggang panasnya sang surya. Semangat saya pun mulai berkobar, sehabis hujan merupakan momen yg sangat menyenangkan. Sungai kecil di depan rumah yg berhulu dan bermuara di laut selalu membawa banyak ikan-ikan kecil yg terlihat dgn jelas kala lumpur mulai mengendap. Udang kecil akan terperangkap di dlm kolam-kolam imut di halaman rumah tetangga yg landai dan berbatu. Beberapa anak tampak mulai keluar menenteng ember kecil untk mencari ikan. Dan seakan sayap tumbuh dari kedua pergelangan kaki, segera saja saya terbang menuju ke jembatan kecil yg walau tak tampak tapi saya yakin ada disana. Beberapa kali loncatan tiba-tiba kaki ni kehilangan pijakan dan pandangan pun menjadi gelap gulita. Air masuk dgn derasnya ke dlm hidung dan mulut saya yg terbuka berusaha mencari udara. Saat itu saya pun tersadar, saya tercebur ke dlm sungai dan mulai tenggelam!
Sungai kecil itu hanya selebar satu setengah meter dan dangkal kala tak hujan, tapi saat dibombardir dgn air pasang dari laut, apalagi saat hujan melanda seperti ni maka kedalamannya bisa mencapai dua meter. Cukup dlm untk menenggelamkan bocah perempuan berusia tujuh tahun. "Saya tak mau tenggelam! Saya tak mau tenggelam! Bapak, Mama, tolong"! Teriak saya keras tetapi sebenarnya hanya bergaung di dlm kepala. Kaki saya menendang kuat, tangan menggapai mencari tepian jembatan yg saya tahu ada disana tapi sulit diraih. Mati-matian saya mempertahankan selembar nyawa di tubuh kurus kering ni hingga tangan saya akhirnya berhasil menggapai tepi jembatan. Saya mencengkeramnya sekuat tenaga, menarik tubuh keatas dan terduduk lunglai diatas jembatan yg masih tertutup air sungai. Ajaibnya, bocah-bocah kecil yg sibuk mencari ikan di sekitar sungai tak melihat kejadian itu, mungkin karena waktunya yg singkat / karena asyiknya mereka dgn udang dan ikan disana. Hilang sudah mood saya untk mengeksplorasi sungai, perlahan saya menyeret kaki kembali ke rumah.
Siang berlalu dan peristiwa itu pun terlupa. Saat malam tiba tubuh saya diserang panas demam yg sangat tinggi dan suhunya tak berkurang walau obat penurun panas telah ditegak beberapa kali. Bapak dan Ibu saya pun dibuat kalut dan kalang kabut melihat saya tergolek lemas dgn muka semerah kepiting rebus. "Endang main apa tadi siang"? Tanya Alm. Bapak saya dgn suara menggelegar yg menjadi khasnya. Ibu saya dgn muka cemas dan tangan gemetar sibuk mengganti kompres handuk di jidat saya, hanya bisa menjawab, "Nggak kemana-mana, di rumah saja. Kan seharian hujan deras". Saya diam mengatupkan bibir kuat-kuat, enggan berbagi pengalaman mengerikan tercebur di sungai.
Bayangan sesosok wanita tampak menerobos dari pintu kamar, "Tadi siang si Endang kan tercebur sungai di depan rumah. Tak cerita ya"? Suara tegas dgn logat khas Melayu itu milik Tante Munah, adik Ibu saya, yg rumahnya hanya berjarak sekitar 400 meter. Bapak langsung melemparkan tatapan angker ke saya, mukanya yg gelap menjadi semakin bertambah suram, "Benar itu Nduk"? Tanya beliau. Saya hanya bisa mengangguk lemas. Ketahuan dah, pikir saya kalut. "Mungkin kesambet penunggu sungai. Suruh Jumadi panggil Pak Dukun saja, rumahnya tak jauh dari sini", saran Tante saya itu terdengar aneh tapi pd jaman itu pasien tercebur sungai biasanya dirujuk ke dukun dan bukan ke dokter.
Tiga puluh menit kemudian seorang pria usia setengah baya bertubuh kurus dgn kumis melintang angker di atas bibirnya tampak bersila di depan ranjang saya. Berpakaian adat Jawa lengkap dgn blankon di kepala, di sekelilingnya tampak bergeletakan benda-benda ritual aneh yg terlihat asing. Kemenyan mulai dinyalakan dan asapnya mengepul memenuhi kamar, Pak Dukun mengeluarkan sebilah keris berlekuk-lekuk dan mulutnya mulai berkomat-kamit sementara matanya terpejam khusuk. Di belakang beliau seluruh keluarga saya berdesak-desakan berdiri di pintu kamar dgn muka tegang bercampur ingin tahu. "Air nya mana"? Tanya Pak Dukun dan Ibu saya dgn tergopoh-gopoh menyodorkan sebuah gelas berisi air putih. Di tengah-tengah badan yg terasa panas dan kepala yg pusing tujuh keliling saya menonton ritual itu dgn mata melotot antara ngeri, tak percaya dan takjub. Pak Dukun lantas menghirup gelas di genggamannya dan alangkah terperanjatnya saya kala air itu disemburkan ke muka saya dgn kuat. Hampir saja saya berteriak kaget tapi tatapan gahar Bapak membuat teriakan itu tertelan kembali.
"Jadi gimana dgn anak saya, Pak"? Tanya Bapak saya harap-harap cemas ketika ritual telah usai. Dengan muka serius dan penuh khidmat Pak Dukun berkata, "Tenang Pak, anak Bapak akan baik-baik saja. Saya sudah minta kepada jin penunggu sungai untk tak mengganggu dia lagi". Walau usia saya saat itu masih muda, sekitar tujuh tahun, tapi ritual perdukunan seperti ni tak masuk ke dlm nalar saya, jadi walau Bapak saya tampak mengangguk-anggukkan kepala dan mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada si Pak Dukun, saya memilih untk memejamkan mata dan melanjutkan tidur. Tapi ajaibnya demam tinggi yg melanda badan saya berangsur hilang dan keesokan harinya saya sudah kembali bugar seakan-akan panas demam itu tak pernah ada.
Kejadian diatas terjadi kala saya masih tinggal di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Saat itu saya masih berusia sekitar tujuh tahun dan rumah orang tua saya berada di Tanjung Unggat dimana rumah penduduk masih sangat jarang dan bagian belakang rumah dipenuhi oleh hutan belukar yg sarat dgn pohon bakau, kelapa dan semak paku. Di depan rumah kami mengalir sungai kecil yg jika air laut pasang akan penuh dgn ikan kitang-kitang dan sembilang. Hingga kini tiap kali teringat dgn kejadian 'kesambet jin' ni saya masih suka tersenyum-senyum dan bertanya-tanya sendiri apakah demam saya hilang karena faktor Pak Dukun / karena obat penurun panas yg diberikan oleh Ibu saya.
Anyway busway, kita lupakan cerita panjang diatas, dan kembali ke resep yg kali ni saya berikan untk anda. Hujan-hujan seperti ni memang paling sedap menyantap seporsi masakan berkuah yg panas dan pedas. Nah makanan bernama chilli ni berasal dari Texas, US dan memiliki banyak variasi, misalnya saja chilli con carne yang berwarna merah karena menggunakan tomat, kacang merah dan daging; Vegetarian chilli, jenis chilli yg sama seperti chilli con carne hanya saja tak mengguanakan daging didalamnya; Chilli verde merupakan jenis chilli yg terkenal sangat pedas pd kuliner New Meksiko, terbuat dari potongan daging babi yg dimasak perlahan di dlm kaldu ayam, bawang putih, tomatilo dan cabai hijau yg dipanggang, biasanya chilli verde tidak menggunakan tomat di dalamnya; White chilli merupakan jenis chilli yg menggunakan daging bewarna putih seperti unggas (ayam / kalkun) dgn kacang putih serta tak menggunakan tomat di dalamnya.
Walau banyak jenisnya tapi chilli pd umumnya memiliki kesamaan yaitu menggunakan bean (kacang) sebagai salah satu bahan dasarnya. Entah itu kacang merah (red dan white kidney bean), cannellini bean yang berwarna putih dan mirip dgn kidney bean, navy bean atau lima bean, black-eyed peas mirip dgn kacang tolo di Indonesia hanya saja berwarna putih sedikit bulat dgn bulatan berwarna hitam di bagian tengahnya.
Masakan bernama chilli selalu terkenal akan rasanya yg pedas, mengenyangkan karena kandungan kacang didalamnya, kental dgn aroma rempah khas Tex-Mex yg kuat seperti jintan, ketumbar (corriander) dan oregano. Umum disantap begitu saja seperti sup kental, / bersama potongan roti, tortilla chips dan sebagai bahan pengisi burrito (makanan khas Meksiko yg terbuat dari lembaran tortilla yg digulung). Nah untuk white chilli yg saya hadirkan kali ni saya menggunakan kacang cannellini kalengan, anda bisa menggantikannya dgn kacang putih mentah lainnya. Rendam kacang selama semalam dan rebuslah hingga lunak. Kacang cannellini kalengan ni banyak tersedia di supermarket dgn aneka merk, tiriskan airnya dan siram dgn air bersih beberapa kali untk mengurangi kandungan sodium di dalamnya.
Selain cannellini bean maka saya jg menggunakan dada ayam, jamur champignon dan banyak porsi cabai hijau besar. Untuk jamur anda bisa skip karena biasanya chilli tak menggunakan jamur di dalamnya. Bumbu khas chilli yg membuat rasanya menjadi unik adlh digunakannya jintan, ketumbar dan cincangan oregano di dalamnya. Oregano segar akan memberikan rasa dan aroma lebih fresh tapi sulitnya menyimpan oregano segar di kulkas membuat saya hanya menggunakan versi keringnya. Untuk memberikan rasa nendang maka kucuran air jeruk nipis jg ditambahkan ke dlm kuah.
Well, masakan ni luar biasa mudah dibuat dan tak memerlukan waktu yg lama jadi jika anda menginginkan menu simple nan spesial sebagai teman makan malam maka white chicken chilli ini bisa sebagai alternatif yg mantap. Berikut resep dan prosesnya ya!
White Chicken ChilliResep hasil modifikasi sendiri
Untuk 2 porsi
Tertarik dgn resep sejenis lainnya? Silahkan klik link di bawah ini:
Chilli dgn Daging Sapi, Buncis, Jagung dan Kacang Merah
Sup Ayam dgn Millet
Sup Ayam Asam Pedas
Bahan: - 2 potong fillet dada ayam, berat sekitar 250 gram
- 1 kaleng kacang putih dlm air, berat setelah ditiriskan sebanyak 250 gram. Tiriskan dan siram dgn air beberapa kali untk membuang kelebihan sodium
- 6 buah jamur champignon, potong kubus (optional) - 700 ml - 1 liter kaldu ayam
Bumbu:
- 1 sendok makan minyak untk menumis
- 1/4 sendok teh jintan bubuk
- 1 sendok teh ketumbar bubuk
- 1 sendok teh cabai bubuk (optional)
- 8 buah cabai hijau besar, buang biji dan rajang kasar
- 5 buah cabai rawit hijau, rajang halus
- 3 siung bawang putih, cincang halus - 1 buah bawang bombay, cincang halus - 1 sendok teh oregano bubuk
- 1 sendok teh merica bubuk
- 1/2 sendok makan garam
- 2 butir jeruk nipis, peras airnya / 1 sendok teh vinegar/cuka masak
Pelengkap:
- irisan jeruk nipis/lemon
- keju cheddar parut (optional)
Cara membuat:
Siapkan panci, panaskan minyak. Tumis jintan, ketumbar dan bubuk cabai (jika pakai) menggunakan api kecil sambil diaduk-aduk hingga harum dan mendidih.
Masukkan bawang bombay, bawang putih, cabai dann tumis hingga harum dan layu. Tambahkan jamur, aduk dan tumis hingga jamur layu. Masukkan kaldu ayam, masak dgn api kecil hingga mendidih.
Masukkan dada ayam, masak dgn api kecil hingga dada ayam menjadi matang. Angkat dan suwir-suwir ayam dgn menggunakan dua buah garpu.
Note: jangan terlalu lama merebus ayam, karena dagingnya akan menjadi alot dan kurang juicy.
Masukkan ayam dan kacang ke dlm panci. Tambahkan merica bubuk, oregano, dan garam. Masak hingga kuah mendidih dan bahan matang, cicipi rasanya. Tambahkan perasan air jeruk nipis. Angkat dan sajikan panas-panas dgn taburan keju parut (jika pakai). Super yummy!
Sources:
Wikipedia - Chilli con carne
BBC Good Food - Cannellini Bean
other source : http://slideshare.net, http://stackoverflow.com, http://justtryandtaste.com
Komentar
Posting Komentar