Cerita Pasangan Suami Istri Sukses Berbisnis Pakaian Beromzet Rp 100 juta
Jodoh, rezeki dan ajal adalah rahasia Tuhan. Manusia seringkali tak menyangka kapan datang dan bagaimana caranya. Naya Kumara dan Astri Ade adalah sepasang suami istri yang tak pernah membayangkan sebelumnya bagaimana akhirnya mereka bertemu, berjodoh dan menjalankan usaha bersama untuk merengkuh rezeki. Kini keduanya menjalankan bisnis pakaian dan aksesoris dengan omzet Rp 100 juta per bulan.
Pasangan suami istri yang sama-sama berusia 29 tahun ini pertama kali bertemu pada 2009 di Hardware, butik milik artis Luna Maya. Waktu itu Astri bekerja sebagai fashion designer di butik tersebut dan Naya sedang menggarap proyek desain interior di butik tersebut. Dari pertemuan di butik tersebut kemudian obrolan berlanjut ke hal-hal remeh temeh hingga yang bersifat personal seperti tipe pasangan yang diimpikan hingga mimpi apa yang ingin mereka raih.
Dari intensitas pertemuan tersebut ternyata banyak hal yang nyambung di obrolan mereka dan akhirnya mereka memutuskan pacaran pada 2009. Di masa itulah muncul obrolan tentang mimpi mereka masing-masing dan ternyata mereka berdua ingin sama-sama mempunyai usaha sendiri.
Di saat Astri sedang bosan dengan rutinitas pekerjaan di kantornya, Naya mengusulkan untuk resign dan membuat usaha sendiri. Dari obrolan via telepon, hari itu juga Astri memutuskan resign dari tempatnya bekerja. Menjalankan usaha bersama akhirnya mereka lakukan dengan persiapan serba terbatas.
“Modal awal usaha kami yang berupa uang hanya Rp 500.000 waktu itu. Tapi beberapa peralatan memang saya sudah punya seperti alat potong kayu dan lainnya. Usaha kami awalnya fokus pada penjualan aksesori,” kata Naya dikutip dari Myoyeah, Senin (2/6/2014)
Modal yang serba terbatas membuat Naya dan Astri harus kreatif dalam mengembangkan usaha. Salah satu yang dilakukan adalah mencari bahan baku bekas yang bisa mereka pakai. Mereka sering memulung kayu bekas di daerah Situ Gintung yang memang menjadi sentra perajin. Kayu-kayu potongan bekas mebel masih bisa mereka gunakan sebagai bahan baku aksesori yang tidak memerlukan ukuran besar.
Mereka memberi nama brand aksesori mereka Kidnapped Ally. Pilihan nama ini untuk menggambarkan bagaimana cerita awal mereka menjalankan usaha di mana Naya seolah-olah menculik Astri dari pekerjaannya untuk bersekutu dan membuat usaha bersama. Sebagai pembeda dengan produk aksesori lain, mereka memfokuskan diri pada aksesori berbahan kayu jati
Tak puas dengan usaha aksesori yang mereka jalankan, mereka kemudian melebarkan sayap di bisnis apparel. Produk apparel ini yang sekarang ini justru menjadi tulang punggung dari bisnis Kidnapped Ally. Produk pakaian jadi mereka menyumbang pemasukan sekitar 80% dan 20% disumbang dari produk aksesori. Dalam sebulan omzet mereka sekarang mencapai Rp 100 juta. Bahkan di bulan ramai seperti puasa omzetnya bisa berlipat tiga kali.
“Produk pakaian kan permintaannya lebih banyak dibanding produk aksesori. Jadi pemasukan utama dari situ. Produk pakaian kita mengikuti selera pasar dan tren jadi lebih cepat laku. Sementara produk aksesori memang produk idealis kita dan jumlahnya kita buat terbatas agar tetap eksklusif,” tambah Naya.
Urusan penjualan, Kidnapped Ally melakukannya secara online dan offline. Penjualan online menyumbang porsi lebih besar yaitu sekitar 70%. Sementara sisanya yang 30% disumbang dari penjualan offline. Khusus untuk penjualan offline, mereka hanya bekerja sama dengan concept store dan
tidak mau asal menjual di sembarang toko. Kesan eksklusif tetap ingin mereka pertahankan.
Naya mengaku konsumennya tak hanya berasal dari Indonesia. Beberapa konsumen luar negeri cukup rutin memesan produk Kidnapped Ally khususnya dari Australia, Belanda, Spanyol dan Malaysia. Naya mengaku sekarang ini sedang menjajaki kemungkinan bekerja sama dengan concept store di London, Inggris. Mereka sedang mematangkan klausul kerja samanya akan seperti apa.
“Saya punya impian Kidnapped Ally akan go international. Semoga peluang bekerja sama dengan store di London ini akan jadi pintu pembukanya. Bila jadi, pastinya saya harus menambah karyawan,” kata
Naya berharap. Kidnapped Ally sekarang ini memiliki delapan karyawan. Produksinya sudah lumayan besar mencapai 3.000 potong produk pakaian dan 500 produk aksesori setiap bulannya. Sebuah jumlah yang cukup besar. Pasangan yang menikah pada 2011 ini telah membuktikan bahwa modal terbatas bukan penghalang dalam mengembangkan usaha. Kerja keras dan keyakinan tak kalah penting dibanding modal uang dalam usaha yang mereka punya.
Sumber
Pasangan suami istri yang sama-sama berusia 29 tahun ini pertama kali bertemu pada 2009 di Hardware, butik milik artis Luna Maya. Waktu itu Astri bekerja sebagai fashion designer di butik tersebut dan Naya sedang menggarap proyek desain interior di butik tersebut. Dari pertemuan di butik tersebut kemudian obrolan berlanjut ke hal-hal remeh temeh hingga yang bersifat personal seperti tipe pasangan yang diimpikan hingga mimpi apa yang ingin mereka raih.
Dari intensitas pertemuan tersebut ternyata banyak hal yang nyambung di obrolan mereka dan akhirnya mereka memutuskan pacaran pada 2009. Di masa itulah muncul obrolan tentang mimpi mereka masing-masing dan ternyata mereka berdua ingin sama-sama mempunyai usaha sendiri.
Di saat Astri sedang bosan dengan rutinitas pekerjaan di kantornya, Naya mengusulkan untuk resign dan membuat usaha sendiri. Dari obrolan via telepon, hari itu juga Astri memutuskan resign dari tempatnya bekerja. Menjalankan usaha bersama akhirnya mereka lakukan dengan persiapan serba terbatas.
“Modal awal usaha kami yang berupa uang hanya Rp 500.000 waktu itu. Tapi beberapa peralatan memang saya sudah punya seperti alat potong kayu dan lainnya. Usaha kami awalnya fokus pada penjualan aksesori,” kata Naya dikutip dari Myoyeah, Senin (2/6/2014)
Modal yang serba terbatas membuat Naya dan Astri harus kreatif dalam mengembangkan usaha. Salah satu yang dilakukan adalah mencari bahan baku bekas yang bisa mereka pakai. Mereka sering memulung kayu bekas di daerah Situ Gintung yang memang menjadi sentra perajin. Kayu-kayu potongan bekas mebel masih bisa mereka gunakan sebagai bahan baku aksesori yang tidak memerlukan ukuran besar.
Mereka memberi nama brand aksesori mereka Kidnapped Ally. Pilihan nama ini untuk menggambarkan bagaimana cerita awal mereka menjalankan usaha di mana Naya seolah-olah menculik Astri dari pekerjaannya untuk bersekutu dan membuat usaha bersama. Sebagai pembeda dengan produk aksesori lain, mereka memfokuskan diri pada aksesori berbahan kayu jati
Tak puas dengan usaha aksesori yang mereka jalankan, mereka kemudian melebarkan sayap di bisnis apparel. Produk apparel ini yang sekarang ini justru menjadi tulang punggung dari bisnis Kidnapped Ally. Produk pakaian jadi mereka menyumbang pemasukan sekitar 80% dan 20% disumbang dari produk aksesori. Dalam sebulan omzet mereka sekarang mencapai Rp 100 juta. Bahkan di bulan ramai seperti puasa omzetnya bisa berlipat tiga kali.
“Produk pakaian kan permintaannya lebih banyak dibanding produk aksesori. Jadi pemasukan utama dari situ. Produk pakaian kita mengikuti selera pasar dan tren jadi lebih cepat laku. Sementara produk aksesori memang produk idealis kita dan jumlahnya kita buat terbatas agar tetap eksklusif,” tambah Naya.
Urusan penjualan, Kidnapped Ally melakukannya secara online dan offline. Penjualan online menyumbang porsi lebih besar yaitu sekitar 70%. Sementara sisanya yang 30% disumbang dari penjualan offline. Khusus untuk penjualan offline, mereka hanya bekerja sama dengan concept store dan
tidak mau asal menjual di sembarang toko. Kesan eksklusif tetap ingin mereka pertahankan.
Naya mengaku konsumennya tak hanya berasal dari Indonesia. Beberapa konsumen luar negeri cukup rutin memesan produk Kidnapped Ally khususnya dari Australia, Belanda, Spanyol dan Malaysia. Naya mengaku sekarang ini sedang menjajaki kemungkinan bekerja sama dengan concept store di London, Inggris. Mereka sedang mematangkan klausul kerja samanya akan seperti apa.
“Saya punya impian Kidnapped Ally akan go international. Semoga peluang bekerja sama dengan store di London ini akan jadi pintu pembukanya. Bila jadi, pastinya saya harus menambah karyawan,” kata
Naya berharap. Kidnapped Ally sekarang ini memiliki delapan karyawan. Produksinya sudah lumayan besar mencapai 3.000 potong produk pakaian dan 500 produk aksesori setiap bulannya. Sebuah jumlah yang cukup besar. Pasangan yang menikah pada 2011 ini telah membuktikan bahwa modal terbatas bukan penghalang dalam mengembangkan usaha. Kerja keras dan keyakinan tak kalah penting dibanding modal uang dalam usaha yang mereka punya.
Sumber
Komentar
Posting Komentar