Awas! Razia Rambut!
Sebelum kamu baca lebih lanjut, baca dulu tulisanOlder Postjuga
Padahal masih pagi, tapi kali itu Luki sudah berkutat di depan kaca. Bolak-balik, berputar-putar, mengacak-acak rambutnya, disisir, diminyakin, disisir lagi, dan kembali melihat kaca. Miring ke kiri, miring ke kanan, berputar-putar. Dan kini, dia tersenyum bangga memandangi hasil karyanya yg ada di kaca.
Bukan penampilannya yg dibuat keren. Nggak ada keren-kerennya malahan. Bajunya saja masih seragam putih-putih. Hari itu memang hari senin, dan bakal ada upacara bendera. Tiap kali waktunya upacara, Luki memang paling sebel. Memang sih, jam pelajaran jadi berkurang. Memang benar juga, setidaknya itu jadi bentuk nasionalisme untuk lebih mencintai negerinya dan mengenang jasa-jasa pahlawan. Tapi kenapa harus ada yg namanya razia rambut panjang juga setelah upacara? Di sekolah Luki, setiap selesai upacara sering ada guru Tatibsi keliling kelas buat nge-razia rambut memang. Apalagi kalau pak Suro yg giliran jadi guru Tatibsi (Tata tertib siswa). Kalau kedapatan ada murid yg yang rambut belakangnya panjang sampai melebihi kerah baju, meski cuman sedikit bakal kena potong. Iya kalau motongnya rapi, motongnya suka kebanyakan, nggak rapi, dan nggak rata lagi. Jadinya, tiap hari minggu sampai senin tukang potong di dekat sekolah sering ramai anak-anak SMA Nusa Bangsa. Kalau minggu ramai anak-anak yg takut kena potong paksa nggak beraturan. Kalau senin giliran anak-anak nekat yg mencoba peruntungan dan sayang sama rambut panjangnya. Berharap, kali saja kelewatan?
Dan Luki yg memang terkenal memelihara kuncir panjang di belakang itu termasuk murid-murid yg nyari peruntungan. Tapi dia bukan berangkat perang tanpa persiapan. Maka dari itu, sejak jam lima pagi tadi dia sudah mejeng di depan kaca. Memodifikasi rambutnya, terutama yg panjang bagian belakang termasuk kuncirnya. Dikasih minyak yg banyak sampai kaku biar naikan dan nggak melebihi kerah.
Sebenarnya, sudah banyak yg nyuruh Luki potong rambutnya yg panjang belakang itu. Apalagi kuncirnya. Memang lucu sih, imut-imut gitu buntutnya (bukan Lukinya yg jadi lucu) tapi jadi terkesan kurang rapi. Mulai dari ibunya, bapaknya, kakaknya, tetangga sebelah, tetangga sebelahnya lagi, sopir angkot, teman-teman kelasnya, satpam sekolah, ibu kantin, gurunya, sampai Sinta pun sudah bilangin. Tapi anak itu still cuek.
“Kenapa yg beda selalu ditentang sih? Ah, orang-orang ini nggak ngerti seni!” Gerutunya.
Dan sampai akhirnya, makluk ajaib itu sudah berada di lapangan upacara. Baris rapi rada depanan, biar nggak begitu diperiksa tapi bukan yg paling depan biar bisa ngobrol. Remaja sekarang ya, katanya menghargai jasa pahlawan dan belajar nasionalisme. Tapi upacara kok malah dibuat ngobrol?
Tapi Luki punya alasan tersendiri kalau diprotes gitu, “Habisnya kalau cuman berdiri, terus kena panas dari mentari yg mulai meninggi suka ngantuk sama lapar. Mending dibuat ngobrol kan!”
Aneh ya, biasanyakan pingsan bukan ngantuk?
Upacarapun akhirnya dimulai juga saat pemimpin upacara mulai teriak-teriak memberi instruksi gerakan baris-berbaris mulai siap, hormat, tegap, istirahat di tempat, jongkok, berdiri lagi, tangan merentang ke samping, (Lhoh? Kok jadi senam?)
Di awal-awal Luki masih serius ngikutin upacara, tapi pas bendera sudah berkibar di atas tiang dan mentari sudah semakin meninggi, anak itu sudah mulai bosan. Dia mulai jail, nyolek-nyolek teman di depannya, ngajak ngobrol yg di samping kanan, kiri, depan, belakang dgn pandangan masih menipu menghadap ke depan.
Sebenarnya nggak cuman Luki yg nakal kayak gitu. Beberapa anak yg lain yg ngerasa nasibnya samaan juga milih membuang kebosanan dan mengabaikan panas dgn dibuat ngobrol. Malahan saat nggak ada guru yg ngawasi, ada yg jongkok neduh di belakang. Nggak cowok nggak cewek sama saja. Apalagi yg sengaja milih barisan di bagian belakang yg memang males buat ikutan upacara.
Mereka baru buru-buru berdiri saat saling ber-sssaaattt...ssssttt...... yg tandanya ada guru datang dan ngawasin dari belakang. Kalau ada murid yg nggak sadar ada guru, dan kebetulan pas lagi ngobrol / lagi jongkok sambil nyabutin rumput kayak Kemed suka kena cubit pinggangnya sampai dibuat berdiri pakai jinjit. Kemed sampai meringis kesakitan lama sekali sampai cubitannya dilepas. Cubitannya lepaspun karena Kemed nggak henti-hentinya mukul tangan yg nyubit itu.
Diperlakukan semena-mena kayak gitu Kemed nggak terima dong! Apalagi sama teman sendiri! Kok teman? Iya, anak itu ngiranya yg nyubit teman yg lagi baris di belakangnya. Dengan cepat pemuda sableng itu berbalik hendak memaki dan membalas. Pas tahu, ternyata yg nyubit adalah Mr. Wid Kemed langsung mengkerut dan buru-buru berbalik lagi ke depan. barisnya dibagus-bagusin sambil masih menahan sakit. Sementara teman-temannya yg lain cuman bisa menahan tawa.
Meskipun gitu, anak-anak tetap nggak kapok-kapok. Setelah Mr. Wid nggak kelihatan lagi di belakang, anak-anak mulai berisik, mulai ngobrol-ngobrol lagi, dan mulai ada yg jongkok lagi. bahkan Kemed yg sudah kena cubitpun masih nggak jera juga. Anak jaman sekarang kebanyakan suka nantang. Sesuatu yg dilarang malah dianggap tantangan buat dilakukan. Memang jaman dulu kayak gimana? Jaman sekarang terus? Nggak tahu juga sih! Hehe....
Dan upacara bendera di hari senin yg cerah itu akhirnya berakhir juga. Tapi jangan senang dulu! Karena belum bisa langsung kembali ke kelas masing-masing. Pak Suro mulai tampil di atas panggung upacara. Murid-murid yg sudah punya firasat buruk karena rambutnya kepanjangan mulai belingsatan berusaha nyembunyikan rambutnya, terutama yg cowoknya. Ada yg diselipkan di sela-sela telinga, ada yg dinaik-naikkan, ada yg disembunyikan di balik topi.
Awalnya pak Suro membacakan beberapa pengumuman yg berkaitan tentang sekolah. Bukannya tambah lega, anak-anak malah semakin gelisah. Pasalnya, anak-anak ngerasa kalau pengumuman hanya memperlambat siksaan saja. Mereka sudah menebak-nebak, setelah ini pasti barisan bubar dan satu-persatu pd masuk ke kelas semua. Setelah itu bakal ada guru Tatibsi yg keliling kayak satpol pepe nangkepin makhluk-makhluk yg kebetulan bandel manjangin rambut. (Bandel kok kebetulan?)
Memang benar, setelah itu barisan dibubarkan. Semuamurid mulai berjalan menuju kelasnya. Tapi, nampaknya nggak semua. Ada murid-murid yg sudah berniat kabur. Ada yg berencana sembunyi di toilet, lompat pagar, sembunyi di kantin sambil sarapan kayak Keceng dan Kemed. Lhoh? Kemed kan gundul, ngapain ikutan ngumpet? Makhluk mungil yg satu itu memang punya solidaritas tinggi, di saat teman-temannya sibuk ngumpet dia suka ikut-ikutan. Sebenarnya sih dia senang nggak ikut pelajarannya. Masak dia harus ikutan pelajaran di saat teman-temannya bolos pelajaran? (Jangan ditiru!)
Ada juga yg manjat atap, ngerasa itu satu-satunya tempat persembunyian yg paling aman. Ya balanya Ghopur dan bala tentaranya yg anak pecinta alam. Mentang-mentang anak pecinta alam, sukanya manjat-manjat ya? Setelah sembunyi di atas atap, semua langsung bagi tugas mengawasi. Takut, kalau-kalau pak Suro ikutan manjat juga, nyariin sampai atap. Tapi, rasanya mustahil. Pak Suro kan badannya gede banget, pasti susah kalau harus manjat. Bisa jebol nanti atapnya.
Sementara itu, di kelas X9, kelasnya lupus jadi nampak lenggang. Benar! Cowok-cowoknya yg berambut panjang sudah pd kabur. Menyisakan beberapa biji cowok rajin yg memang potongan rambutnya pendek rapi. Tapi ada yg bikin kaget. Luki juga dgn tenangnya duduk di bangkunya. Seisi kelas jadi keheranan lihat bocah itu. Tak terkecuali Sinta, pacarnya yg cantik itu. Karena penasaran, gadis itu nyamperin bangku Luki dan duduk di sampingnya.
“Tumben kamu di kelas? Nggak ngmpet? Nggak sayang sama rambutnya?”
Luki tersenyum manis, “Kan, katamu bolos pelajaran itu nggak baik?”
Sinta jadi malu, wajahnya memerah “Jadi, kamu bakal merelakan rambut kamu dipotong nggak beraturan? Kenapa nggak dipotong kemarin saja sih? Biar lebih rapi?” Tanya Sinta lagi.
“Kamu sebagai kekasih kurang perhatian juga ya? Masak nggak kelihatan sih?” Sahut Luki sambil beranjak berdiri, lalu berbalik seperti memamerkan sesuatu.
Sinta mengernyit sambil mengamati, “Kamu sudah potong rambut?”
“Kelihatan pendek banget ya? Berarti sukses dong hasil karyaku! Keren kan?”
“Hasil karya?”
“Iya, rambutnya nggak aku potong! Tapi aku minyakin terus dinaikan! Kamu saja sampai ngira aku sudah potong, berarti sukseskan penyamaranku?” Ujar Luki sambil cengengesan, sementara Sinta cuman bengong. Gadis itu menghela nafas sambil menggeleng.
Tak lama kemudian guru yg ditunggu-tunggu sudah tiba. Iya, Luki memang lagi nungguin pak Suro. Dia sengaja mau nunjukin hasil karyanya. Mau pamer gitu! Pak Suro berdiri di depan kelas membawa gunting di tangan kanannya. Matanya mengamati siswa-siswa di kelas Luki. Mulai menyelidik, tapi kok sepi?
“Mana yg lain ini?” Tanyanya sambil masih mencari-cari
Beberapa anak menggelengkan kepala, beberapa yg lainnya bilang “Nggak tahu pak!” Meski tak ada yg memberi tahu kemana, pak Suro sudah bisa nebak kalau pd ngumpet semua. Dia memanggil asistennya yg berdiri di luar keras untuk masuk, lalu memberi instruksi untuk mencari yg lain dgn berbisik. Tapi bisik-bisiknya masih kedengaran para murid. Selesai bisik-bisik, asisten pak Suro sudah beranjak meninggalkan kelas.
Setelah itu, mata pak Suro kembali meneliti seisi kelas satu-satu. Matanya pun tertuju pd Luki. Dia sangat kenal murid yg satu itu. Selain Luki yg memang terkenal di sekolah. Eciyeee.... Pak Suro sangat akrab dgn kuncir belakang Luki yg panjang itu. Dia sudah menandai bocah itu. Dan kuncir itusudah jadi target sejak berbulan-bulan yg lalu. Nggak tahu kenapa, anak yg satu itu selalu bisa lolos setiap ada razia rambut. Dan sekarang, di dalam hati sangat girang sekali. Kayak serigala yg mau nangkap domba yg terjebak di tepi sungai nggak bisa kemana-mana.
Tapi yg dipandang malah tampak tenang-tenang saja. Sebenarnya,jantung Luki juga sudah berdebar-debar takut ketahuan. Tapi dia punya prinsip, segerogi gimanapun harus tetap kelihatan tenang biar nggak dicurigai.
“Nampaknya kamu sudah merelakan rambut kamu nggak seperti teman-temanmu yg pd ngumpet! Ya sudah, sini maju ke depan! biar cepat motongnya!” Ujar pak Suro sambil menunjuk Luki. Kontan seisi kelas memandangi Luki.
“Eits...sabar dulu dong pak!” Sahut Luki, “Masak bapak nggak lihat?” Luki memutar tubuhnya, membelakangi pak Suro dan menunjukkan rambutnya.
“Gimana pak? Sudah kelihatan pendek kan rambutnya?” Luki berbalik lagi melihat pak Suro.
Pak Suro kaget, dia manggut-manggut nggak percaya. Dia jadi kecewa lantaran mangsanya gagal dieksekusi. Tapi dia juga senang, karena nambah satu murid yg sudah merubah penampilan jadi rapi.
“Nah gitu dong! Kan rapi kalau kayak gitu!” Ujar pak Suro sambil tersenyum. Tiba-tiba muncul asisten pak Suro sambil berlarian.
“Pak lapor, ada yg sembunyi di kantin, ada yg di toilet, ada juga yg di atap!” Ujarnya tergesa-gesa.
“Oke, eksekusi!” Sahut pak Suro sambil berlalu cepat keluar kelas tanpa menyapa murid-murid kelas X9. Asistennya menguntit di belakangnya.
Sementara Luki tersenyum penuh kemenangan. Tapi dia jadi khawatir dgn nasib teman-temannya. Ada yg selamat nggak ya?
*****
Sorenya, SMA Nusa Bangsa sudah nampak lenggang. Sejak bel pulang sekolah bunyi, murid-murid dan guru-guru sudah pulang semua. Menyisakan segelintir makhluk saja yg bertebaran di sana-sini. Pak Suro yg baru saja menulis laporan murid-murid yg kena pangkas rambut juga akan beranjak pulang. Sambil menunggu jemputan anaknya, dia mampir di pos satpam. Minum kopi sambil membaca koran.
“Gimana razia-nya tadi pak? Sukses?” Tanya pak Imam yg jadi satpam sekolah.
Pak Suro mengangguk, “Lumayanlah, banyak yg ngumpet tapi bisa ketangkap juga!”
“Memang harus begitu pak, kalau sekolah kan memang harus rapi tampilannya. Biar anak-anak jera kalau di razia rambut kayak gitu!” Sahut pak Imam
Pak Suro tersenyum senang ada yg sependapat dengannya, “Setuju, saya begitu juga bukan buat saya, tapi buat masa depan mereka! Kalau nggak dididik rapi dan rajin sejak dini baik itu tentang penampilan, mereka bisa jadi anak urakan nantinya dan masa depannya jadi suram”
“Tapi saya heran, kadang-kadang ada saja wali murid yg protes dgn cara saya mendidik!”
“Hal baik memang suka banyak cobaannya pak!”
“Iya juga ya!” Pak Suro ngangguk-ngangguk
Saat itu juga Luki yg naik CB-100 lewat di samping pos satpam. Saat itu helm-nya di lepas. Rambutnya memang masih nampak basah. Sepertinya baru saja keramas.
“Pak!” Sapa Luki ramah
“Oh Luki? Mau pulang?”
“Iya pak!” Luki tersenyum,
“Itu helm-nya kenapa dilepas? Bahaya!”
“Iya pak, nanti juga dipakai! Rambutnya masih basah!”
“Ya sudah kalau gitu!”
“Mari pak!” Luki tersenyum
“Iya, hat-hati!”
Luki pun memacu motornya perlahan, pak Suro mengamati dari belakang. Dia mulai ngerasa ada yg aneh dgn Luki. Sampai dia buru-buru keluar pos satpam dan mengamati Luki yg sudah semakin jauh. Meski nggak begitu jelas, pak Suro bisa lihat ambut Luki bagian belakang.
“Kok panjang lagi? Cepat banget tumbuhnya?”
“Astaga!” Pak Suro menepuk jidatnya, dia merasa tertipu lagi.
*****
Luki sudah sampai di rumah dgn hati lega. Memang bukan akhir, tapi setidaknya dia sudah bisa lolos dari razia rambut di hari itu. Masalah razia rambut untuk senin-senin berikutnya, bisa dipikirkan lagi strategi yg tepat. Melindungi sesuatu yg kita sayangi dan amat berharga memang butuh perjangan dan de cerdas. Bukan hanya pasrah untuk dirampas / berjuang dgn cara yg tak jelas. Berjuang yg kayak gitu, ujung-ujungnya dirampas juga. Korbannya sudah banyak, Keceng dan Ghopur. Sudah susah-susah ngilang dari kelas biar terhindar dari razia rambut, ujung-ujungnya kena juga.
Dan di sore yg sama dgn langit biru berawan dan di sebelah barat mulai nampak oranye. Matahari memang sudah mulai tampak di barat. Keceng, Ghopur sama Kemed sudah duduk-duduk di teras rumah Luki. Mereka berencana mau potong rambut. Sebagai pengganti tukang salon, Kemed kebagia yg jadi tukang potong. Kecil-kecil dan gundul begitu, dia juga nggak kalah lhoh kalau urusan motong rambut. Buktinya dia bisa motong ramutnya sendiri sapai tipis begitu.
Kebetulan Luki memang punya gunting sasak. Potong sasak memang lagi ngetrend. Gaya rambutnya sih terserah, tapi kalau dipotong sasak rambutnya jadi kelihatan hidup, dan katanya sih nambah keren. Soalnya ada lancip-lancipnya. Sebenarnya sih, potong sasak juga sebagai bentuk antisipasi potong paksa saat razia rambut tadi pagi yan nggak rapi itu. Rambut yg terpotong memang keterlaluan panjangnya. Maka dari itu Keceng dan Ghopur berniat merapikan.
Luki pun akhirnya keluar dgn kursi, sisir, dan gunting. Kemed mengambilnya, lalu berjalan ke pekarangan, mencari-cari tempat yg pas buat potong rambut. Keceng mengikuti dari belakang.
“Luk, kamu ngumpet dimana? Kok nggak kena razia?” Tanya Ghopur yg heran lihat rambut Luki masih panjang.
“Iya Luk, kamu ngumpet dimana sih?” Keceng menipali, dia sudah duduk di kursi dan Kemed sudah mulai menyisiri rambutya.
Luki tertawa, “Kalian ngga cerdas sih! Asal ngumpet saja! Aku nggak ngumpet, cuman makai minyak rambut biar ramut belakang ini berdiri dan kelihatan pendek” Dia berbalik, memamerkan buntutnya yg melebihi kerah kaos polonya.
“Sialan, kenapa kamu nggak ngasih tahu cara kaya gitu isa sukses?” Protes Ghopur
“Ini masih percobaan kok! Makanya ngga kukasih tahu! Ternyata berhasil” Luki terkekeh.
Sesaat setelah itu, ibu Luki kebetulan keluar rumah. Dia celingukan mencari Luki.
“Kamu di sini ternyata, dicariin juga!”
Teman-teman Luki menyempatkan menyapa ibu Luki, dan ibunya tersenyum ramah dan menyapa satu-satu.
“Kenapa Bu?”
“Bisa belikan tepung terigu bentar, tepung yg buat bikin kue kurang”
Luki mengangguk. Anak itu memang patuh kalau disuruh orang tua, apalagi ibunya.
“Beli yg cap Tawon lhoh ya, jangan yg lain! Yang lima kiloan saja!” Ujar ibu sambil memberikan uang lima puluh ribuan. Luki pun menerimanya sambil mengenakan sandl jepitnya.
“Oh iya Luk” Ujar ibunya, Luki menengok sambil kakinya membenarkan sandal yg dipakai.
“Kamu potong juga sana! Biar rapi!”
Pemuda itu cengengesan, “Yang ini jangan deh bu! Nanti anakmu malah nggak kelihatan gantegnya lhoh!” Ujar Luki, lalu berjalan pergi ke warung.
Kemed pun sudah mulai memotong. Keceng nggak begitu lama. Lantaran hanya merapikan rambutnya saja, terutama bagian belakang. Selanjutnya giliran Ghopur, yg satu ini rada lamaan dikit. Gara-garanya Ghopur orangnya cerewet juga kalau urusan rambut. Selain itu, rambutnya yg rada keriting dan lebat itu susah disisir. Kemed jadi seing mengeluh waktu rambut sudah disisir dan siap dipotong, eh malah melengkung lagi.
Saat Luki sudah kembali, Ghopur baru saja selesai potong rambutnya. Dia tampak mengibas-ngibaskan baju di tubuhnya, membersihkan sisa-sisa rambut yg menempel. Sementara Keceng sudah sibuk makan bakso dgn rakusnya. Selesai potong rambut tadi, dia sudah nyetop tukang bakso. Bahkan sekarang sudah nambah lima mangkok. Bocah gemblung yg satu itu memang suka ugal-ugalan kalau makan. Padahal sisa-sisa rambutnya belum bersih dan berjatuhan ke dalam mangkok baksonya, tercampur bersama kuah bakso. Teman-temannya yg melihat itu sudah berkali-kali mengingatkan. Tapi Keceng sangat cuek sekali, dia malah bilang.
“Aku nggak bakal tertipu ucapan kalian! Kalian mau minta baksoku kan? Nggak baal kukasih!” Seisi mangkok habis dgn sekali lahap. Sementara yg lihat bergidik jijik.
Setelah memberikan pesanan ibunya, Luki menghampiri Kemed yg nampak bersih-bersih dari sisa rambut teman-temannya.
“Med, aku juga dong! Tapi jangan dipendekin, ditipisin saja!” Ujar Luki langsung duduk di kursi potong tanpa menunggu Kemed mengiyakan.
“Namanya potong ya dipendekin Luk!” Protes Kemed
“Ya maksudku ini ditipisin, tapi jangan dipendekin” Luki memperagakan sambil memegangi rambut belakangnya. Kemed mengangguk ngerti.
Pemuda gundul itu mulai menyisiri rambut Luki. Mengguntingi kecil-kecil rambut Luki bagian depan. Mulai beralih ke samping. Hingga ke bagian rambut yg paling disayangi Luki. Bagian belakang. Ya benar! Pemuda itu sangat sayang sama rambut bagian belakangnya. Paalnya ya kuncir kesayangannya itu.
Tiba-tiba terdengar bunyi krik keras sekali. Suara guntingan rambut yg membuat perasaan Luki jadi nggak enak. Luki kaget, jemarinya meraba bagian belakangnya. Luki tambah kaget. Kuncir belakangnya sudah tak ada lagi.
Dengan cepat pemuda itu berbalik. Dia jelas mau memaki Kemed. Padahal kan sudah diwanti-wanti jangan dipotong. Tapi kenapa malah dipotong. Betapa kagetnya dia saat melihat siapa yg memegang gunting. Bahkan pemuda itu sampai terjatuh beserta kursinya. Yang memegang gnting berarti yg memotong kuncir beakangnya. Dan yg memegang gunting adalah orang yg paling tak disukai di hari senin. Benar! Pak Suro!
“Nah! Gitu kan keren! Tadi kebetulan saya lewat sini, terus lihat kamu lagi potong rambut. Ya sekalian saja saya bantuin motongnya” Ujar pak Suro sambil tersenyum puas. Luki hanya bengong, sementara ketiga temannya yg menyaksikan itu ngikik di belakang pak Suro.
source : http://lukiluck11.blogspot.com, http://cnn.com, http://news.detik.com
Komentar
Posting Komentar