Periodesasi & Terjadinya Perang Padri - Sejarah

jonygoblog.blogspot.com - Pada awalnya perang Padri disebabkan pertentangan antara golongan Adat dgn golongan Padri. Masing-masing berusaha untk merebut pengaruh di masyarakat.
Kaum adat adlh orang-orang yg masih teguh dlm mempertahankan adat didaerahnya sehingga mereka tak berkenan dgn pembaharuan yg dibawa oleh kaum Padri. Agama Islam yg dijalankan kaum adat sudah tak murni, tetapi telah terkontaminasi / telah terkontaminasi dgn budaya setempat.
Kaum Padri adlh golongan yg berusaha menjalankan Agama Islam secara murni sesuai dgn Al-Qur’an dan Hadist.
Setealah kaum Adat mengalami kekalahan, mereka meminta bantuan kepada Belanda yg akhirya konflik ni berkembang menjadi konflik antara kaum Padri dgn Belanda.
Periodesasi Gerakan Padri Secara umum perang Padri dibagi dlm dua periode yaitu :
A. Periode 1803 - 1821 (Perang antara Kaum Padri Melawan kaum Adat) 1. Sebab terjadinya Perang Pada tahun 1803, Minangkabau kedatangan tiga orang yg telah menunaikan ibadah haji di Mekah, yaitu: H. Miskin dari pantai Sikat, H. Sumanik dari Delapan Kota, dan H. Piabang dari Tanah Datar. Di Saudi Arabia mereka memperoleh pengaruh gerakan Wahabi, yaitu gerakan yg bermaksud memurnikan agama Islam dari pengaruh-pengaruh yg tak baik. Mereka yg hendak menyebarkan aliran Wahabi di Minangkabau menamakan dirinya golongan Paderi (Kaum Pidari).
Perang Padri dimulai dgn munculnya pertentangan sekelompok ulama yg dijuluki kaum Padri terhadap kaum Adat karena kebiasaan-kebiasaan buruk yg marak dilakukan oleh kalangan masyarakatdi kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Kebiasaan buruk yg dimaksud sepertiperjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan jg aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. kebiasaan ni semakin meluas dan mempengaruhi kaum mudanya.
Ternyata aliran wahabi ni ditentang oleh Kaum Adat (ajaran Islam yg bercampur dgn adat setempat) yg terdiri dari pemimpin-pemimpin adat dan golongan bangsawan.
Pertentangan antara kedua belah pihak itu mula-mula akan diselesaikan secara damai, tetapi tak terdapat persesuaian pendapat. Akhirnya Tuanku Nan Renceh menganjurkan penyelesaian secara kekerasan sehingga terjadilah perang saudara yg bercorak keagamaan dgn nama Perang Padri (1803 - 1821).
2. Jalanya Perang Perang saudara ni mula-mula berlangsung di Kotalawas. Selanjutnya menjalar ke daerah-daerah lain. Pada mulanya kaum Paderi dipimpin Datuk Bandaro melawan kaum Adat di bawah pimpinan Datuk Sati. Karena Datuk Bandaro meninggal karean terkena racun, selanjutnya perjuangan kaum Padri dilanjutkan oleh Muhammad Syahab / Pelo (Pendito) Syarif yg kemudian dikenal dgn nama Tuanku Imam Bonjol karena berkedudukan di Bonjol. Tuanku Imam merupakan anak dari Tuanku Rajanuddin dari Kampung Padang Bubus, Tanjung Bungo, daerah Lembah Alahan Pajang.
Dalam perang itu, kaum Padri mendapat kemenangan di mana-mana. Sejak tahun 18815 kedudukan kaum Adat makin terdesakkarena keluarga kerajaan Minangkabau terbunuh di Tanah Datar, sehingga kaum Adat (penghulu) dan keluarga kerajaan yg masih hidup meminta bantuan kepada Inggris (di bawah Raffles yg saat itu masih berkuasa di Sumatera Barat).
Karena Inggris segera menyerahkan Sumatera Barat kepada Belanda, maka kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda, dgn janji kaum Adat akan menyerahkan kedaulatan seluruh Minangkabau (10 Februari 1821). Permintaan itu sangat menggembirakan Belanda yg memang sudah lama mencari kesempatan untk meluaskan kekuasaannya ke daerah tersebut.
3. Pemimipin yg terlibat • Kaum Pidari dipimpin oleh Datuk Bandaro, Datuk Malim Basa, Tuanku Imam Bonjol Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, dan Tuanku Nan Cerdik. • Kaum Adat dipimpin oleh Datuk Sati.
B. Periode 1821 - 1838 (Perang antara Kaum Padri Melawan Belanda) Sejak disetujuinya perjanjian antar kaum adat dgn Belanda mengenai penyerahan kerajaan Minangkabau kepada Belanda pd tanggal 10 Februari 1821, hal ni menjadi tanda dimulainya keikutsertaan Belanda dlm melawan kaum Padri.
Dalam perang antara kaum Padri melawan Belanda, jalanya perang dibagi menjadi tiga periode: 1. Periode I (Tahun 1821 - 1825) Periode pertama ni ditandai dgn meletusnya perlawanan di seluruh daerah Minangkabau. Di bawah pimpinan Tuanku Pasaman, kaum Paderi menggempur pos-pos Belanda yg ada di Semawang, Sulit Air, Sipinan, dan tempat-tempat lain. Pertempuran menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Tuanku Pasaman, kemudian mengundurkan diri ke daerah Lintau, sebaliknya Belanda yg telah berhasil menguasai lembah Tanah Datar, mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar ( Fort Van den Capellen) dan Benteng Fort de Kock di Bukittinggi.
Ternyata Belanda hanya dpt bertahan di benteng-benteng itu saja. Daerah luar benteng masih tetap dikuasai oleh kaum Pidari. Belanda mengalami kekalahan di mana-mana, bahkan pernah mengalami kekalahan total di Muara Palam dan di Sulit Air.
Untuk itu, Belanda mulai mendekati kaum Padri ntuk melakukan perdamaian dan pd tanggal 22 Januari 1824 Belanda berhasil mengadakan perdamaian dgn kaum Padri di Masang dan di daerah VI Kota, isinya: kedua belah pihak akan mentaati batasnya masing-masing. Adanyaperundingan ni sebenaranya hanya menguntungkan pihak Belanda untk menunda waktu guna memperkuat diri.
Setelah berhasil memperkuat pertahannanya, Belanda tak mau mentaati perjanjian dan dua bulan kemudian Belanda meluaskan daerahnya.
2. Periode II (Tahun 1825 - 1850) Pada periode ni ditandai dgn meredanya pertempuran. Kaum Padri perlu menyusun kekuatan, sedangkan pihak Belanda dlm keadaan sulit, sebab baru memusatkan perhatiannya dan pengeriman pasukan untk menghadapi perlawanan Diponegoro di Jawa Tengah.
Belanda mencari akal agar dpt berdamai dgn kaum Padri. Dengan perantaraan seorang bangsa Arab yg bernama Said Salima ‘Ijafrid, Belanda berhasil mengadakan perdamaian dgn kaum Padri tanggal 15 November 1825 di Padang, yg isinya: • Kedua belah pihak tak akan saling serang menyerang. • Kedua belah pihak saling melindungi orang-orang yg sedang pulang kembali dari pengungsian. • Kedua belah pihak akan saling orang-orang yg sedang dlm perjalanan dan berdagang. • Belanda akan mengakui kekuasaan Tuanku-Tuanku di Lintau, Limapuluhkota, Telawas dan Agam.
3. Periode III (Tahun 1830-1838) Periode ketiga ni ditandai dgn perlawanan di kedua belah pihak makin menghebat. Perang Diponegoro di Jawa Tengah telah dpt diselesaikan Belanda dgn tipu muslihatnya. Perhatiannya lalu dipusatkan lagi ke Minangkabau. Maka berkobarlah Perang Padri periode ketiga.
Belanda telah mengingkari Perjanjian Padang. Pertempuran mulai berkobar di Naras daerah Pariaman. Naras yg dipertahankan oleh Tuanku Nan Cerdik diserang oleh Belanda sampai dua kali tetapi tak berhasil. Setelah Belanda menggunakan senjata yg lebih lengkap di bawah pimpinan Letnan Kolonel Elout yg dibantu Mayor Michiels, Naras dpt direbut oleh Belanda. Tuanku Nan Cerdik menyingkir ke Bonjol, selanjutnya daerah-daerah kaum Pidari dpt direbut oleh Belanda satu demi satu, sehingga pd tahun 1832 Bonjol dpt dikuasai oleh Belanda.
Pada tahun 1832, Tuanku Imam Bonjol berdamai dgn Belanda. Akan tetapi ketenteraman itu tak dpt berlangsung lama, karena rakyat diharuskan: • Membayar cukai pasar dan cukai mengadu ayam. • Kerja rodi untk kepentingan Belanda.
Dengan hal-hal tersebut di atas, sadarlah kaum Adat dan kaum Pidari bahwa sebenarnya mereka itu hanya diperalat oleh Belanda. Perasaan nasionalisme mulai timbul dan menjiwai mereka masing-masing. Selanjutnya terjadilah perang nasional melawan Belanda. Pada tahun 1833 seluruh rakyat Sumatera Barat serentak menghalau Belanda. Bonjol dpt direbut kembali dan semua pasukan Belanda di dalamnya dibinasakan. Karena itu Belanda mulai mempergunakan siasat adu domba (devide et empera).
Dikirimkanlah Sentot beserta pasukan-pasukannya yg menyerah kepada Belanda waktu Perang Diponegoro ke Sumatera Barat untk berperang melawan orang-orang sebangsanya sendiri. Tetapi setelah Belanda mengetahui bahwa Sentot mengadakan hubungan dgn kaum Pidari secara rahasia, Belanda menjadi curiga. Pasukan Sentot ditarik kembali ke Batavia dan Sentot diasingkan ke Bangkahulu.
Untuk mengakhiri Perang Padri itu, Belanda berusaha menarik hati para raja di Minangkabau dgn cara mengeluarkan Plakat Panjang (1833) yg isinya: 1. Penduduk dibebaskan dari pembayaran pajak berat dan pekerjaan rodi. 2. Perdagangan hanya dilakukan dgn Belanda saja. 3. Kepala daerah boleh mengatur pemerintahan sendiri, tetapi harus menyediakan sejumlah orang untk menahan musuh dari dlm / dari luar negeri. 4. Para pekerja diharuskan menandatangani peraturan itu. Mereka yg melanggar peraturan dpt dikenakan sanksi
Akhir Perang Padri Di tahun 1835 kaum Padri di Bonjol mulai mengalami kemunduran, hal tersebut disebabkan ditutupnya jalan-jalan penghubung dgn daerah lain oleh paskan Belanda. Pada tanggal 11-16 Juni 1835 sayap kanan pasukan Belanda berhasil menutup jalan yg menghubungkan benteng Bonjol dgn daerah barat dan menembaki benteng Bonjol.
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dpt dikuasai oleh Belanda, . Membaca situasi yg gawat ini, pd tanggal 10 Agustus 1837, Tuanku Imam Bonjol menyatakan bersedia untk berdamai. Belanda mengharapkan bahwa perdamaian ni disertai dgn penyerahan. Tetapi Belanda menduga bahwa ni merupakan siasat dari Tuanku Imam Bonjol guna mengulur waktu, agar dpt mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yg menghubungkan pertahanan dlm benteng dgn luar benteng, di samping untk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng.
Kegagalan perundingan ni menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pd tanggal 12 Agustus 1837. Belanda memerlukan waktu dua bulan untk dpt menduduki benteng Bonjol, yg didahului dgn pertempuran yg sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tak banyak menolong, karena musuh berada dlm jarak dekat. Perkelahian satu lawan satu tak dpt dihindarkan lagi. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dpt dimasuki oleh pasukan Belanda.
Pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah kepada Belanda. Tuanku Imamm Bonjol kemudian dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 19 Januari 1839 dibuang ke Ambon, lalu pd tahun 1841 dipindahkan ke Manado hingga meninggal dunia pd tanggal 6 November 1864.
Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tak berarti perlawanan kaum Padri telah dpt dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung dipimpin oleh Tuanku Tambusi, tapi Tuanku Tambusi berhasil dikalahkan oleh Belanda pd tanggal 28 Oktober 1838.
Dengan demikian, secara umum perlawanan kaum Padri dpt dipatahkan pd akhir tahun 1838. Maka kekuasaan Belanda mulai sejak itu ternanam di Sumatra Barat.

other source : http://tempo.co, http://didefinisipengertian.blogspot.com, http://reddit.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini